jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa, upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
a.Macam Upaya Hukum.
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa.
A. Upaya hukum biasa
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup :
a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
B. Upaya hukum luar biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup :
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial.
C.Upaya Hukum Biasa :
Perlawanan/verzet
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek).
Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir.
Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR) :
1. keluarnya putusan verstek
2. jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari.
3. verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya.
Upaya Hukum Biasa :
Banding
Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).
Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu :
1. ada pernyataan ingin banding.
2. panitera membuat akta banding.
3. dicatat dalam register induk perkara.
4. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
5. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori banding.
Upaya Hukum Biasa: Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah :
1. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang.
2. salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku.
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Upaya Hukum Luar Biasa : Peninjauan Kembali
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan.
(pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004)
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:
a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu.
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn.
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut.
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata.
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
Upaya Hukum Luar Biasa : Denderverzet
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama.(LAG76).
Sumber: Gerai Hukum Art & Rekan