jurnalisnusantarasatu.id|Jakarta–Penyerobotan tanah termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang terhadap hak milik tanah. Pemerintah melalui undang-undang telah mengatur pasal khusus untuk memberikan kemudahan kepada korban yang mengalami penyerobotan tanah.
Tanah secara yuridis dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
“Mengambil hak orang lain merupakan tindakan melawan hukum. Tindakan ini dapat berupa menempati tanah, melakukan pemagaran, mengusir pemilik tanah yang sebenarnya, dan lain sebagainya.” kata Ketua Umum DPP-PPNT Arthur Noija, SH saat diwawancara awak media pada Sabtu,(23/9/2023).
Arthur menjelaskan seseorang dapat menguasai tanah dengan memiliki bukti sertifikat hak milik yang harus didaftarkan pada lembaga yang berwenang untuk pendaftaran tanah, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Penyerobotan lahan kosong masuk ke dalam bezit.Bezit merupakan kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantara orang lain seakan-akan barang itu miliknya sendiri.”tegas Arthur.
Arthur membeberkan pemegang hak tanah yang sah yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat tanah, dapat mengajukan gugatan untuk mempertahankan dan melindungi haknya berupa gugatan melawan hukum jika timbul kerugian atas hal tersebut.
Penyerobotan tanah termasuk juga di dalamnya mencuri atau merampas.
Melakukan klaim sepihak dan diam-diam, melalui pematokan tanah atau pagar untuk menandai bahwa tanah tersebut sudah menjadi hak milik pelaku secara paksa.
Penyerobotan tanah pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
1.Ketidakpedulian pemilik tanah terhadap aset yang dimilikinya.
2.Ketidaktahuan korban mengenai kepemilikan tanahnya telah dijual atau diberikan kepada orang lain oleh orang tua korban.
3.Tingginya harga tanah yang mengakibatkan orang-orang mulai mencari tanah mereka dan juga mengakibatkan susahnya untuk memperoleh lahan untuk digarap.
4.Penjualan tanah orang tua dulu dengan menggunakan sistem kepercayaan sehingga tidak ada bukti terkait peralihan hak tanah tersebut.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan penyerobotan tanah, maka perlu dipastikan adanya perbuatan pidana dan semua unsur kesalahan harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka terdakwa harus :
1.Melakukan perbuatan pidana.
2.Mampu bertanggung jawab.
3.Dengan kesengajaan atau kealpaan.
4.Tidak adanya alasan pemaaf.
Dalam Undang-Undang KUHP Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6), tindakan penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.
“Pasal tersebut berbunyi, barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband sesuatu hak atas tanah, gedung, bangunan, penanaman, atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain.”pungkas Arthur.(LAG76/RED)
Sumber: DPP-Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal