Beranda » Tindak Pidana Perbankan vs Tindak Pidana di Bidang Perbankan

Tindak Pidana Perbankan vs Tindak Pidana di Bidang Perbankan

jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa,terdapat beberapa perbedaan definisi, subjek pelaku hingga rumusan pemidanaan dari frasa tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan ini.

Dalam pokok pembahasan yang ditanyakan, maka kami akan menjabarkan terlebih dahulu mengapa kedua konsep tersebut dapat ada di dalam sistem hukum perbankan di Indonesia.

Secara praktikalnya, bank merupakan salah satu pelaku utama di dalam sistem keuangan yang menerima simpanan dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat, yang mana bank ini terdiri dari dua entitas, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Secara sederhananya, bank adalah sebuah lembaga keuangan berbentuk badan usaha yang menjalankan kegiatannya di bidang jasa keuangan dengan cara menyimpan dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.

Definisi di atas kemudian dapat diperkuat dengan definisi bank yang berada di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan). Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya agar bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Kemudian terdapat beberapa pendapat ahli tentang pengertian dari bank, yaitu sebagai berikut :

a. Kasmir mengartikan bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.

b.P. Simorangkir juga mengartikan bank sebagai salah satu badan usaha di bidang lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dengan yang dilakukan dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga serta juga turut memberikan jasa-jasa lainnya.

c.Ketut Rindjin (mengutip pendapat dari M. Verryn Stuart) menyatakan bahwa bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan cara mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.

Definisi yang telah dijabarkan di muka merupakan definisi dalam konteks kegiatan berusaha bank yang fokus utamanya adalah menyimpan dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat.

Apabila dipahami dalam konteks yang lebih luas, maka dapat ditemukan definisi tentang industri perbankan.

Perbankan sendiri di dalam Pasal 1 angka 1 UU Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Artinya adalah industri perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, menyangkut kelembagaannya, kegiatan usahanya, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha bank.

Posisi bank di dalam konteks industri perbankan ini diletakkan sebagai subjek yang melakukan kegiatan jasa keuangan di dalam industri perbankan, sedangkan perbankan merupakan ekosistem di mana bank tersebut melakukan kegiatan usahanya.
Oleh sebab itu-lah industri perbankan (menurut penulis) mencakup tiga aspek dasar, yaitu:

1. Kelembagaan Bank,

2. Kegiatan Usaha Bank; dan

3. Proses Pelaksanaan Kegiatan Bank.

Tindak pidana terhadap bank bisa sangat terjadi karena kegiatan yang dilakukan oleh bank berhubungan langsung dengan uang yang telah disetujui sebagai alat tukar-menukar yang sah, dan seiring dengan perkembangan zaman uang kemudian tidak hanya dikenal sebagai alat tukar-menukar saja, tetapi juga sebagai alat untuk menyimpan dan mempertahankan nilai suatu barang, menjadi satuan hitung dari jasa yang telah dikerjakan, dan ukuran pembayaran yang tertunda sehingga dapat disebut pula sebagai “Alat Pembayaran”.

Tindak pidana terhadap bank kemudian dapat digolongkan kembali ke dalam kejahatan bisnis, yaitu tindakan pidana yang timbul akibat praktik-praktik bisnis yang sering kali berhubungan dengan ekonomi dan uang.

Kejahatan bisnis sendiri dianggap sebagai sebuah “kejahatan” karena sifatnya yang sangat terikat dengan hak seseorang untuk mempertahankan harta bendanya dari segala tindakan yang menghilangkan haknya tersebut.

Oleh karena perbankan merupakan suatu ekosistem industri, maka di dalamnya berisi sebuah pekerjaan, profesi, menghasilkan penghasilan, mendapatkan keuntungan dan lain sebagainya.

Terlebih lagi industri ini memanfaatkan kepercayaan konsumennya untuk tetap dapat berjalan, oleh karenanya apabila terdapat kejahatan terhadap ekosistem ini maka dampaknya bukan hanya kepada pihak bank saja, melainkan kepada para subjek hukum yang menggantungkan dirinya kepada industri ini.

Oleh sebab itu, muncul-lah konsep baru yang berhubungan dengan tindak pidana yang terjadi di dalam ekosistem ini, yaitu “Tindak Pidana Perbankan” dan “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.

Tindak Pidana Perbankan dan Tindak Pidana di Bidang Perbankan.

Dalam artian yang luas, konsep “Tindak Pidana Perbankan” adalah seluruh kelakuan atau perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omission) yang menggunakan produk perbankan sebagai tujuan kejahatannya dan/atau menjadikan produk-produk perbankan sebagai sasaran kejahatannya.

Kemudian dalam artian sempitnya, “Tindak Pidana Perbankan” adalah perilaku yang berupa melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang ditetapkan sebagai suatu kejahatan berdasarkan UU Perbankan.

Di dalam kegiatan praktiknya, selain dipakai istilah “Tindak Pidana Perbankan”, muncul pula istilah lainnya, yaitu “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.

Secara umum, meskipun kedua istilah tersebut mirip, tetapi terdapat frasa yang menjadi pembeda antara keduanya, yaitu frasa “di Bidang Perbankan”.

Frasa ini secara penafsiran autentik memberikan arti bahwa terdapat suatu tindak pidana yang menggunakan bank sebagai sarana kejahatannya, tetapi ruang lingkup kejahatannya berbeda dengan yang terdapat di dalam rumusan pidana di UU Perbankan. Oleh karenanya, untuk mengakomodir konsep yang demikian, dipakailah konsep “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.

Secara terminologi, pembedaan kedua istilah ini membawa kepada jawaban bahwa istilah dari “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” memiliki cakupan pengertian yang lebih luas, yaitu segala jenis perbuatan yang melanggar hukum yang menggunakan bank sebagai sarana perbuatan melanggar hukumnya. Istilah ini pada akhirnya juga dimungkinkan untuk memakai unsur-unsur pemidanaan berdasarkan peraturan-peraturan hukum pidana umum atau hukum pidana khusus, selama kejahatan tersebut melibatkan bank sebagai sarananya.

Secara terminologi, pembedaan kedua istilah ini membawa kepada jawaban bahwa istilah dari “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” memiliki cakupan pengertian yang lebih luas, yaitu segala jenis perbuatan yang melanggar hukum yang menggunakan bank sebagai sarana perbuatan melanggar hukumnya.

Istilah ini pada akhirnya juga dimungkinkan untuk memakai unsur-unsur pemidanaan berdasarkan peraturan-peraturan hukum pidana umum atau hukum pidana khusus, selama kejahatan tersebut melibatkan bank sebagai sarananya.

Terdapat beberapa undang-undang yang dirasa cocok untuk dapat mengakomodir perbuatan-perbuatan pidana yang masuk ke dalam kategori “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” ini, seperti KUHPidana, Undang-Undang tentang Korupsi, Undang-Undang tentang Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Transfer Dana, dan lain sebagainya.

Undang-undang tersebut dirasa cocok untuk masuk ke dalam kategori “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” karena terdapat beberapa kejahatan yang diatur di dalam undang-undang tersebut yang berhubungan dengan menggunakan lalu lintas keuangan di dalam industri perbankan untuk melancarkan kejahatannya. Tentu saja hal ini berbeda dengan ruang lingkup “Tindak Pidana Perbankan” yang hanya tepat diberlakukan apabila pelaku tindak pidananya melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UU Perbankan.

Ciri khas dari “Tindak Pidana Perbankan” yang kemudian membedakannya pula dari konsep “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” adalah subjek pelaku yang melakukan kejahatannya.

Dalam “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” subjek pelaku kejahatannya dapat siapa saja, asalkan perbuatan kejahatannya itu menggunakan bank sebagai sarana kejahatannya, sedangkan “Tindak Pidana Perbankan” subjek kejahatannya itu hanya terbatas kepada organ-organ yang terdapat di dalam bank itu sendiri, seperti Pegawai Bank, Pemegang Saham, Direksi, Komisaris, Pihak Terafiliasi, dan Pemegang Saham.

Perihal rumusan pemidanaannya, maka khusus untuk “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” harus-lah dilihat ke dalam undang-undang yang mengaturnya.

Untuk rumusan pemidanaan “Tindak Pidana Perbankan”, dapat dilihat di dalam UU Perbankan yang mengaturnya ke dalam dua jenis tindak pidana, yaitu tindak pidana kejahatan yang terdiri dari tujuh pasal dengan sanksi berat (Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 50A) dan sebuah pelanggaran di dalam Pasal 48 ayat (2) dengan memiliki sanksi yang lebih ringan.

Secara terminologi, pembedaan kedua istilah ini membawa kepada jawaban bahwa istilah dari “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” memiliki cakupan pengertian yang lebih luas, yaitu segala jenis perbuatan yang melanggar hukum yang menggunakan bank sebagai sarana perbuatan melanggar hukumnya.

Istilah ini pada akhirnya juga dimungkinkan untuk memakai unsur-unsur pemidanaan berdasarkan peraturan-peraturan hukum pidana umum atau hukum pidana khusus, selama kejahatan tersebut melibatkan bank sebagai sarananya.

Terdapat beberapa undang-undang yang dirasa cocok untuk dapat mengakomodir perbuatan-perbuatan pidana yang masuk ke dalam kategori “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” ini, seperti KUHPidana, Undang-Undang tentang Korupsi, Undang-Undang tentang Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Transfer Dana, dan lain sebagainya.

Undang-undang tersebut dirasa cocok untuk masuk ke dalam kategori “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” karena terdapat beberapa kejahatan yang diatur di dalam undang-undang tersebut yang berhubungan dengan menggunakan lalu lintas keuangan di dalam industri perbankan untuk melancarkan kejahatannya. Tentu saja hal ini berbeda dengan ruang lingkup “Tindak Pidana Perbankan” yang hanya tepat diberlakukan apabila pelaku tindak pidananya melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UU Perbankan.

Ciri khas dari “Tindak Pidana Perbankan” yang kemudian membedakannya pula dari konsep “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” adalah subjek pelaku yang melakukan kejahatannya.

Dalam “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” subjek pelaku kejahatannya dapat siapa saja, asalkan perbuatan kejahatannya itu menggunakan bank sebagai sarana kejahatannya, sedangkan “Tindak Pidana Perbankan” subjek kejahatannya itu hanya terbatas kepada organ-organ yang terdapat di dalam bank itu sendiri, seperti Pegawai Bank, Pemegang Saham, Direksi, Komisaris, Pihak Terafiliasi, dan Pemegang Saham.

Perihal rumusan pemidanaannya, maka khusus untuk “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” harus-lah dilihat ke dalam undang-undang yang mengaturnya.

Untuk rumusan pemidanaan “Tindak Pidana Perbankan”, dapat dilihat di dalam UU Perbankan yang mengaturnya ke dalam dua jenis tindak pidana, yaitu tindak pidana kejahatan yang terdiri dari tujuh pasal dengan sanksi berat (Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 F sanksi yang lebih ringan. (LAG76)

Sumber: Gerai Hukum ART & Rekan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *