Beranda » Teori Hukum Dengan Praktik Penegakan Hukum di Indonesia

Teori Hukum Dengan Praktik Penegakan Hukum di Indonesia

jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA-Di Negara Republik Indonesia, hukum tertinggi adalah Undang-Undang. Secara universal, masayarakat yang hidup di negara Indonesia harus mengikuti peraturan yang ada di dalamnya.

Hukum bersifat mengikat dan memaksa. Mengikat artinya bahwa hukum itu berlaku bagi seluruh orang-orang yang hidup di Negara Indonesia.

Sedangkan memaksa yaitu bagaimanapun cara dan keadaannya, hukum tetap berlaku. Siapapun yang melanggar atau melakukan tindakan pidana, maka akan menerima konsekuensi sesuai dengan apa yang telah diperbuat.

Salah satu fungsi hukum yaitu:
Untuk menciptakan ketertiban, kedamaian dan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Jika seluruh masyarakat sadar akan fungsi hukum ini dan menaati seluruh serangkaian aturan-aturan hukum, maka niscaya akan tercapai fungsi fungsi hukum tersebut. Selain itu hukum juga mempunyai tujuan, yang mana tujuan hukum adalah untuk tercapainya keadilan.

Seluruh makhluk sosial, berharap dengan adanya hukum, keadilan bisa ditegakkan. Katanya seluruh masyarakat dipandang sama dalam kacamata hukum, namun realitanya, tetap yang ber-uang yang berkuasa.

Untuk terhindar dari jeruji besi atau mengurangi masa hukuman, maka diadakan denda bagi pelaku pidana.

Secara tidak langsung itu bentuk pembelaan terhadap narapidana yang ber-uang, karena rakyat kecil tidak akan mampu membayar denda, maka kurungan besi adalah jalannya.

Pengertian teori hukum dalam beberapa perspektif Ada beberapa definisi tentang teori hukum, salah satunya :

1. Teori hukum adalah cabang ilmu pengetahuan hukum yang memperlajari berbagai aspek teoritis maupun praktis dari hukum positif tertentu untuk mendapat pengetahuan yang lebih baik, jelas, dan lebih mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan.

2. Teori hukum adalah ilmu yang bersifat menerangkan atau menjelaskan tentang hukum.

3. Teori hukum adalah ilmu yang mempelajari pengertian.

Pengertian pokok dan sistem dari hukum.
Teori hukum tidak sama dengan ilmu hukum, maka untuk memahami teori hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian ilmu hukum.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu hukum yang semula dikenal dengan ajaran hukum disebut juga dengan dogmatik hukum, mempelajari hukum positif.

Hukum positif disini adalah hukum yang berlaku di suatu tempat, di mana hukum positif mengatur manusia sebagai makhluk sosial (tertulis, tidak tertulis dan yusrisprudensi).

Sedangkan teori hukum adalah teorinya ilmu. Dengan kata lain, ilmu hukum adalah objek teori hukum.

Teori hukum berhubungan dengan hukum pada umumnya, bukan mengenai hukum di suatu tempat dan suatu waktu.

Teori hukum tidak hanya menjelaskan apa itu hukum sampai kepada kepada hal-hal yang konkrit, tetapi juga pada persoalan yang mendasar dari hukum itu.

Teori hukum akan mempertanyakan hal-hal sperti mengapa hukum berlaku, apa dasar kekuatan yang mengikatnya, apa yang menjadi tujuan hukum, bagaimana hukum dipahami, apa hubungannya individu dengan masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum, apakah keadilan itu, dan bagaimana hukum yang adil.

Praktik penegakan hukum di Indonesia Dalam penegakan hukum tidak lepas dari kesadaran masing-masing pihak.

Peran kesadaran hukum bagi masyarakat sangat signifikan utnuk menjamin kepastian dan keadilan sebagaimana tujuan hukum.

Dalam kehidupan masyarakat masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau tata kelakuan yang berlaku di masyarakat dengan pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma hukum.

Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki.

Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum, sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum.

Sesuai dengan struktur hukum dalam suatu negara, bahwa hukum yang paling tinggi dalam suatu negara adalah hukum negara dalam hal ini peraturan perundangan atau hukum yang berada dibawahnya harus tunduk dan tidak boleh bertentangan dengan hukum negara.

Hukum merupakan peraturan yang empiris yang mengatur perbuatan-perbuatan masyarakat yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Bagi pelanggar hukum, maka akan ada konsekuensi tersendiri sesuai dengan perbuatan yang dilanggar.

Hukum berlaku universal dan sangat rasional. Semua orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Namun semua itu tidak sepenuhnya sesuai, karena masih banyak oknum-oknum tertentu yang tidak netral dalam merealisasikan aturan-aturan hukum. Artinya strata sosial masih didominankan dimata hukum.

Sudah sangat familiar ditelinga, bahwa hukum bersifat tegas dan memaksa, namun semua itu bertujuan terciptanya tatanan masyarakat yang tertib dan damai.

Hukum yang ada dalam masyarakat yaitu hukum yang digunakan untuk mengatur terhadap kasus-kasus yang rasionalitas, yaitu bersifat empiris bukan spekulatif. Jika hukum ditegakkan dengan keadilan maka hukum akan dijunjung tinggi di masyarakat.

Hukum tidak memandang kelas-kelas sosial, kesadaran masyarakat dalam berhukum yang akan menentukan terhadap jalannya penegakan hukum di Indonesia.

Fungsi hukum adalah tercapainya ketertiban dan keteraturan bagi pelaku-pelaku hukum.Sedangkan tujuan hukum yaitu untuk mencapai keadilan.

Tujuan hukum tidak bisa dilepaskan dari tujuan akhir dari hidup bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan falsafah hidup yang menjadi dasar hidup masyarakat, yang akhirnya bermuara pada keadilan.

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi bangsa Indonesia.

Pandangan keadilan dalam hukum nasional tertuju pada sila ke lima Pancasila, yaitu “keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Pengertian adil dalam hal ini yaitu :

1. Adil ialah meletakan sesuatu pada tempatnya.
2. Adil ialah menerima hak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang.
3. Adil ialah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran.

Akan tetapi faktanya lembaga pengadilan telah tidak mampu memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan.

Jika kita memotret penegakan hukum di Indonesia saat ini belumlah berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan buruk.

Lemahnya penegakan hukum di Indonesia tercermin dari berbagai kasus yang belum tuntas dan tak tersentuh rasa keadilan.

Realita penegakan hukum yang demikian sudah pasti akan menciderai hati rakyat kecil yang berujung pada ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum, khususnya penegak hukum itu sendiri.

Citra pengadilan dan hakim di mata rakyat sudah sangat buruk.Suap menyuap masih tetap jalan dengan model dan cara yang bervariasi di lingkungan peradilan (sebagai institusi hukum), apalagi jajaran birokrasi pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Buktinya sekarang banyak pejabat daerah baik di lingkungan eksekutif maupun di lingkungan legislatif yang terkena kasus korupsi.

Pengadilan bukan tempat mencari uang, akan tetapi merupakan tempat untuk mencari keadilan. Oleh karena itu, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.

Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum.
Korelasi teori hukum dengan realisasi penegakan hukum di Indonesia sering kali kita dengar, bahwa strata sosial di mata hukum semua dianggap sama, artinya tidak ada tabir yang membedakan. Namun realitanya masih saja ada yang didominasikan.

Bahkan paradigma yang terbangun di kalangan masyarakat mengatakan bahwa “ hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Artinya hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil sedangkan bagi penguasa hukum dapat diperjual belikan. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, salah satu langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah membersihakan institusi penegak hukum dari oknun yang korupsi dalam menjalankan tugasnya.

Jika dikaji secara radikal, bahwa adanya denda bagi pelaku pidana, itu menandakan bahwa hukum bisa diperjual belikan.

Bagi penguasa atau orang-orang yang terpandang kaya, membayar denda untuk membebaskan atau meringankan beban hukuman mungkin hal yang sepele, namun bagi rakyat kecil hal semacam itu sangat terbebankan, bahkan tidak bisa memenuhi denda, yang pada akhirnya masuk jeruji besi adalah jalan akhir.

Maka dari situlah bisa dilihat bahwa tidak adanya keadilan dan kesamarataan pelaku hukum.

Buruknya kondisi hukum di Indonesia ditandai dengan berbagai kondisi faktual sebagai berikut :

1. Peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencerminkan aspirasi rakyat, dan tidak berpegang pada prinsip harmonisasi hukum.

2. Seringkali peraturan yang dibuat bertentangan dengan kepentingan orang banyak, dan bertabrakan antara satu peraturan dan peraturan lainnya.

3. Putusan pengadilan masih banyak yang didasarkan pada berapa besar imbalan yang diberikan oleh pencari keadilan.

4. Aparatur penegak hukum polisi dan jaksa dalam menjalankan tugasnya masih sangat dipengaruhi oleh imbalan dan belum berorientasi pada pelayanan public.

Hukum diciptakan untuk mengatur tingkah laku manusia, sehingga tercipta kedamaian, keharmonisan dan keadilan dalam hidup bersosial. Namun praktik penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari ke efektifan, bahkan bisa dikatakan hancur.

Semestinya aturan yang tertuang dalam undang-undang sesuai dengan realita di lapangan, namun adanya oknum-oknum yang lebih mengedapankan kepentingan pribadi membuat penegakan hukum tidak stabil.

Referensi :
a. Daftar Pustaka Isharyanto, Teori Hukum Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Tematik, WR: Jakarta, 2015.

b. Biroli, Alfan, “Problematika Penerapan Hukum Di Indonesia”, Dimensi, Vol. 8, No. 2, T.b, 2015.

c. Rosana, Ellya, “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”, Tapis, Vol. 10,

d. No. 1, Januari, 2014. Sukadi, Imam, “Matinya Hukum Dalam Proses Penegakan Di Indonesia”,

e. Risalah Hukum, Vol. 7, No. 1, Juni, 2011. Sumaya, Pupu Sriwulan, “Relevansi Penerapan Teori Hukum Dalam Penegakan Hukum Guna Mewujudkan Niali Keadilan Sosial, Responsif FH UNPAB, Vol. 6, No. 6, November 2018.

Penulis : Adv.Arthur Noija, SH Gerai Hukum ART & Rekan

Editor : Lilik Adi Gunawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *