jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Kasus mafia tanah di Kelurahan Bendahan Kecamatan Sawangan Kota Depok menjadi perhatian publik. Bahkan, Satuan Tugas (Satgas) baik Polda maupun Kejati telah terbentuk untuk memberantas praktik mafia tanah.
Terkait itu, ketua Umum Peduli Nusantara Tunggal Arthur Noija, SH mengatakan, memberantas mafia tanah lebih rumit jika dibanding dengan penanganan kasus korupsi sebab prosesnya yang panjang juga melibatkan orang-orang yang memiliki kemampuan finansial lebih.
“Progressnya itu memang masih jalan di tempat, karena mereka itu ada beking.” tegasnya.
Arthur memaparkan sebetulnya dia lebih sulit dari perkara korupsi. Perkara korupsi itu yang penting ada indikasi kerugian uang negara dari BPK atau BPKP, Polisi dan Kejaksaan itu sudah bisa mengungkap.
Nah ini mafia tanah sulit. Awalnya itu dia (mafia tanah) memperkarakan secara perdata kemudian masuk rana pidana, praktek mafia tanah kerap mengklaim lahan-lahan yang terbengkalai atau tidak dimanfaatkan.
Dalam pengalihan hak milik itu menurut arthur, mafia tanah itu juga sering dibekingi oknum-oknum yang ada dalam struktur penerbit surat kepemilikan itu sendiri.
Jadi dia terstruktur, dan untuk mengungkapnya ini ibarat menyiram air di muka sendiri. Makanya susah di ungkap. Mafia tanah ini sudah bergerak dari puluhan tahun lalu.
Bukan hanya itu, peran pemerintah setempat dalam hal ini Camat dan Lurah juga dinilai punya peranan yang sangat besar sebab mereka lebih mengetahui status tanah di wilayah.
Untuk memberantas mafia tanah harus dimulai dari dalam sistem pemerintahan itu sendiri, oknum-oknum yang kerap memanfaatkan kedudukannya harus lebih dulu di berantas.
“Camat dan Lurah Itu lebih tau karena pajak (PBB) suatu tanah itu masuk ke mereka. Jadi kadang juga oknumnya dari situ,” kuncinya. (LAG76)
Sumber: DPP-Peduli Nusantara Tunggal Jakarta