jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal Jakarta berpendapat bahwa Undang-Undang ITE tidak memblengu kebebasan pers tapi justru memberikan perlindungan bagi insan pers dalam menjalankan fungsi tugas jurnalis berdasarkan Undang – Undang Pers.
Berdasarkan Ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah memberikan perlindungan bagi wartawan karena adanya unsur, “dengan sengaja dan tanpa hak,”.
Dengan adanya unsur “tanpa hak” wartawan dan pimpinan lembaga pers yang melaksanakan tugas jurnalistik berdasarkan UU Pers tidak dapat dijerat dengan UU ITE jika telah menerapkan kode etik jurnalistik.
Artinya wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistiknya sesuai dengan UU No.40/1999 tentang Pers dilindungi Haknya, jika dalam tugas jurnalistiknya tersebut ada complaint dari masyarakat terkait penghinaan dan atau pencemaran nama baik, seharusnya membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) atau Pelatihan untuk Pelatih (ToT), tentang Indeks Kemerdekaan Pers.
Penghinaan dan pencemaran nama baik dalam UU ITE, dijelas Agung, berdasarkan uji materil terhadap pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE, kemudian amar putusan -putusan MK No.50/PUU-VI/2008 permohonan pemohon di tolak.
Amar Putusan MK No.2/PUU-VI/2009 permohonan tidak dapat diterima. Kesimpulannya Mahkamah yaitu norma Pasal 27 ayat(3) dan Pasal 45 ayat (1) UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Konstisional dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum.
Terkait pembetasan dalam Cyberspace, berdasarkan perundang-undangan di Indonesia justru memberikan kebebasan dan melindungi HAM bagi warga negara untuk mengekpresikan dirinya dengan bertanggung jawab.
Pembatasan yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia misalnya diseminasi konten Pornografi, yang bertujuan untuk melindungi anak dan menjaga moral bangsa.
Pembatasan konten Perjudian, yang bertujuan melindungi keluarga, Terkait penghinaan jelas untuk melindungi HAM warga negara.
Begitu juga konten mengandung SARA.
Hal ini untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara. Disamping itu berita bohong yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat, Ini juga untuk melindungi masyarakat dari penipuan online.
Fungsi pers di Indonesia menurut Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999.
Fungsi pers di Indonesia diatur langsung dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, tepatnya di pasal 3 ayat 1 dan ayat 2.
Dalam UU tersebut, dijelaskan pula bahwa pers merupakan lembaga sosial yang menjadi wahana komunikasi massa untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik melipytimencari, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
Pers dapat hadir dalam bentuk tulisan, audio visual, data dan grafik serta bentuk lainnya dengan menggunakan berbagai media seperti media cetak dan elektronik.
Pers memiliki peranan penting dalam sebuah negara.
Tanpa adanya pers, masyarakat akan kesulitan mendapat hak bersuara, terutama di negara demokrasi seperti Indonesia.
Adapun sejumlah fungsi pers menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1 dan 2 tentang Pers yakni sebagai:
1.Media informasi.
2.Pendidikan.
3.Hiburan.
4.Kontrol sosial.
5.Lembaga ekonomi.
Melalui pers, masyarakat dapat meningkatkan wawasan guna mencerdaskan bangsa baik secara langsung atau tidak langsung melalui film dokumenter, wawancara, cerita, artikel, atau program edukatif lainnya.
Pers sebagai Hiburan.
Tak hanya memberi informasi yang memperluas wawasan, pers juga dapat bertindak sebagai hiburan seperti dalam penayangan puisi, cerpen, film, musik, drama, acara olahraga, dan lain sebagainya.
Pers sebagau Kontrol Sosial.
Pers menjadi kontrol sosial dalam menegakkan Pancasila hingga penegakkan hukum dan HAM.
Pada UU Nomor 40 Tahun 1999 pasal 6 butir (d), tertulis pula bahwa pers:
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.(Arthur/Red)
Sumber: DPP-PPNT Jakarta