Beranda » Pancasila Dalam Penegakkan Hukum Yang Berkeadilan di Indonesia

Pancasila Dalam Penegakkan Hukum Yang Berkeadilan di Indonesia

jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Negara Hukum Berdasarkan Pancasila

Revitalisasi menurut kamus bia mempunyai arti proses, cara dan perbuatan yang menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya.
Sebenernya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital.
Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali.

Pengertian melalui bahasalainnya revitalisasi bisa berarti membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, revitalisasi secara umum adalah usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.

Secara harfiah revitalisasi berasal dari bahasa Inggris “Revitalization” yang berarti
daya/tenaga hidup. Sementara istilah revitalisasi Pancasila, yaitu “pemberdayaan kembali kedudukan, fungsi peranan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, idiologi.

Sumber nilai-nilai bangsa Indonesia

Dengan revitalisasi Pancasila akan menjadikan upaya penggalian kembali terhadap norma-norma falsafah Pancasila untuk menjadi spirit dan landasan bagi terbentuknya bimbingan moral dan menjadi landasan bagi norma hukum di Indonesia.

Dengan demikian ada kaitan erat antara proses pembinaan moral bangsa dan dukungan produk hukum yang dihasilkan sehingga moralitas Pancasila akan berarti bila didukung oleh ketentuan hukum yang berlandaskan nilai-nilai filosofi Pancasila.
Mochtar Kusumaatmaja mengemukakan makna terdalam dari negara berdasarkan
atas hukum adalah : “…kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama dihadapan hukum”.

Konsep negara hukum tentu sekaligus memadukan paham kedaulatan rakyat dengan kedaulatan hukum sebagai satu kesatuan.Untuk menelusuri konsep tentang negara hukum pada dasarnya dapat dijelaskan melalui dua aliran pemikiran, yaitu konsep Rechstaat dan the rule of law.

Untuk memahami hal itu, dapat ditelusuri sejarah perkembangan dua konsep
yang berpengaruh tersebut.

Konsep “rechtstaat” berasal dari Jerman dan konsep “ the rule of law” berasal dari Inggris. Istilah “Rechtstaat” mulai populer di eropa sejak abad XIX, meskipun pemikiran itu sudah lama ada, sedangkan kalaun istilah “the rule of law” mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Vann Dicey tahun 1855 dengan judul
Introduction to the Study of the Law of the Constitution. Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari memiliki arti yang sangat penting sejalan dengan tujuan hukum yang terletak pada pelaksanaan hukum itu.Pelaksanaan hukum yang baik akan mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat).

Penegasan konstitusi tersebut mengandung makna bahwa di Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila, hukum mempunyai peranan yang mendasar dan mempunyai artiy yang sangat strategis bagi sasaran pembangunan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan.

Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka penegakan hukum harus dipelihara dengan baik melalui sistem dan pranata hukum yang baik berakar pada nilai-nilai wawasan kebangsaan dan kepentingan nasional.

Nilai-nilai Pancasila sangat penting peranannya dalam penegakan hukum agar benar benar menjadi sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat yang kita harapkan.

Hukum dapat berperan sebagai objek pembangunan dalam rangka mewujudkan hukum yang ideal sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
Tetapi Juga hukum dapat menjadi subjek pembangunan manakala hukum itu telah berfungsi di masyarakat sebagai penggerak dan pengaman pembangunan dan hasil-hasilnya.

Di sinilah pentingnya peranan Pancasila untuk dapat menghasilkan hukum yang benar-benar mengakar di dalam perilaku
masyarakat.

Landasan penegakan hukum yang dapat menjawab tuntutan masyarakat haruslah
hukum yang responsif, jika tidak maka hukum akan kehilangan rohnya.Moral dan keadilan adalah merupakan rohnya hukum.

Reformasi hukum haruslah melihat kembali pada tatanan moralitas yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Suara-suara rakyat dari bawah haruslah sudah tiba waktunya untuk disahuti, dengan merumuskan berbagai kebijakan yang dituangkan dalam produk pembangunan hukum.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep- konsep
hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 bagian yaitu:

1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan.

Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan.

Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten).

Ruang lingkup yang dibatasi in disebut sebagai area of no enforcement.

2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal.

3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu,personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yangkesemuanya
mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut
dengan actual enforcement.

Adapun menurut Philipus Hadjon (1987) elemen elemen penting negara hukum
Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut:

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan kerukunan;

2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;

3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan
sarana terakhir jika musyawarah gagal;

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan elemen-elemen tersebut, hendaknya upaya perlindungan hukum bagi
masyarakat diarahkan pada :

1. Upaya mencegah terjadinya sengketa atau mengurangi terjadinya sengketa
sehingga sarana perlindungan hukum yang preventif perlu lebih diutamakan dari
pada perlindungan hukum yang represif;

2. Upaya menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musyawarah
penuh kekeluargaan.

3. Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan terakhir dan bukan
forum konfrontasi sehingga dalam peradilan tercermin suasana damai dan
tenteram melalui hukum acaranya.

Sehingga dari hal tersebut dapat diketahui tentang unsur-unsur negara hukum yang
berdasarkan Pancasila, yaitu :

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan kerukunan.

2. Adanya pengakuan mengenai adanya keseimbangan terhadap hak-hak serta

kewajiban asasi manusia dan warga negara.

3. Adanya pembagian kekuasaan.
4. Dalam melaksanakn tugas dan kewajibannya, pemerintah harus selalu berdasar atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

5. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya bersifat
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah maupun
kekuasaan lainnya.

6. Penyelesaian sengketa diusahakan secara musyawarah dan peradilan merupakan
jalan terakhir jika musyawarah gagal.

7. Terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; sandang,pangan,papan, rasa
keamanan, keadilan serta kebebasan beragama/kepercayaan.

8. Penyelenggaraan prinsip kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum secara
beriringan.

Tujuan hukum berdasarkan cita hukum Pancasila adalah untuk memberikan
pengayoman kepada manusia, yaitu melindungi manusia secara pasif dengan mencegah tindakan sewenang-wenang dan secara aktif dengan menciptakan kondisi kemasyarakatan yang manusiawi memungkinkan proses kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga
secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama untuk
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh.

Dalam pengertian seperti inilah dapat ditunjukkan bahwa Pancasila merupakan dasar fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.

Hukum Yang Berkeadilan

Hukum dalam bahasa Inggris disebut “law”, dalam bahasa Perancis disebut “droit” dan
dalam bahasa Belanda disebut “recht”, dalam bahasa Jerman disebut “recht” dan dalam bahasa Arab disebut “syari’ah”.

Hukum banyak sekali seginya dan luas sekali cakupannya karena hukum mengatur semua bidang kehidupan masyarakat, tidak hanya masyarakat suatu bangsa, tetapi juga masyarakat dunia yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang terus menerus. Dan hukum sebagai norma sifatnya memang abstrak (tidak dapat ditangkap dengan panca indera).

Peraturan hukum yang tertuang dalam rangkaian kata-kata suatu undang-undang adalah pembadanan daripada norma hukum atau lambang-lambang yang dipakai untuk menyampaikan norma hukum.

Dalam kehidupannya manusia selalu membutuhkan kebenaran, keteraturan, dan
keindahan/ kenikmatan. Oleh karena itu ada logika, etika dan estetika yang mencakup
penalaran kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah tersebut mencakup kaidah agama, kesopanan,kesusilaan dan hukum.

Ada beberapa sebab mengapa orang mematuhi hukum:

1.Orang mematuhi hukum karena takut akan akibatnya berupa suatu penderitaan apabilanorma tersebut dilanggar. Hukum yang demikian memerlukan sistem pengawasan dari pejabat hukum bukan dari masyarakat.
Begitu sistem pengawasan hilang, maka hukum tersebut menjadi disfungsional.

2.Orang mentaati hukum antara menjaga hubungan baik dengan warga-warga masyarakat lainnya.

Hal ini terutama dalam masyarakat dimana
hubungan pribadi dan batiniyah antara warganya sangat kuat.

3.Orang menaati hukum karena merasa bahwa kepentingannya terpenuhi atau tidaknya terlindungi hukum.

4.Orang mentaati hukum karena hukum itu sesuai atau serasi dengan sistem nilai
yang dianutnya.

Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum sehingga segala aspek
ketatanegaraan harus berdasar pada hukum positif.

Segala ide dan konsep yang tercipta
entah itu sistem ekonomi Pancasila, atau sistem politik Pancasila, hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat hukum. Kaitannya dengan hal tersebut hukum merupakan saringan yang
harus dilalui oleh konsep dan sistem tersebut agar dapat dijalankan atau terwujud.

Keberadaan Pancasila sangat dibutuhkan dalam pembangunan hukum di Indonesia.
Segala bentuk peraturan yang akan diberlakukan, harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Aturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, produk hukum yang diterapkan di Indonesia
senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan rakyat dan merupakan perwujudan aspirasi rakyat Indonesia.
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara
rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna.

Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku
kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts resolution).

Bahkan, dalam pengertian yang lebih
luas lagi, kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya.

Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan
terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi
melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan,advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan.

Hukum mempunyai tugas yang suci, yaitu memberi kepada setiap orang yang ia
berhak menerimanya.

Peraturan hukum dibuat untuk setiap orang atau untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu.

Secara teoritis dapat dikemukakan beberapa asas untuk menentukan apakah sesuatu itu adil atau tidak adil, yaitu :

a. Asas persamaan, dimana diadakan pembagian secara mutlak.

Setiap warga masyarakat mendapatkan bagian secara merata tanpa memperhatikan
kelebihan/kekurangan individu.

b. Asas kebutuhan, dimana setiap warga masyarakat mendapatkan bagian sesuai
dengan keperluannya yang nyata.

c. Asas kualifikasi, dimana keadilan didasarkan pada kenyataan bahwa yang
bersangkutan akan dapat mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya.

d. Asas prestasi objektif, bahwabagian seseorang warga masyarakat didasarkan pada syarat-syarat objektif.

e. Asas subyektif, yang didasarkan pada syarat-syarat subjektif misalnya intensi,
ketekunan, kerajinan dan lain-lain.

Dalam menegakkan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu kepastian
hukum, kemanfaatan dan keadilan.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.

Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum.

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan.
Setiap orang menginginkan dapat ditetapkannya hukum terhadap peristiwa konkret yang terjadi.Bagaimana hukumnya,
itulah yang harus diberlakukan pada setiap peristiwa yang tejadi.

Jadi, pada dasarnya tidak pada penyimpangan, “meskipun besok hari akan kiamat, hukum harus tetap ditegakkan”.

Inilah yang diinginkan kepastian hukum.
Dengan adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat tercapai.
Hukum yang dilaksanakan dan ditegakkan haruslah hukum yang mengandung nilai-nilai keadilan sebagaimana yang diajarkan Pancasila daalam sila ke lima.

Oleh karena itu hakikat penegakan hukum yang sebenarnya, kata Soerjono Soekanto terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar di dalam kaidah-kaidah yang mantab dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian antara tritunggal nilai, kaidah hukum, dan perilaku.

Penegakan hukum di Indonesia harus berarti penegakan hukum yang mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Setiap pelanggaran hukum materiil menimbulkan perkara (perdata, pidana, dan tata usaha negara).

Perkara- perkara yang terjadi karena adanya pelanggaran hukum ini tidak
boleh diselesaikan dengan cara main hakim sendiri (eigenrechting), tetapi dengan cara yangdiatur dalam hukum formil (hukum acara).

Sebab hukum formil merupakan peraturanperaturan hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya hukum materiil.

Setiap warga negara dalam pergaulan bermasyarakat harus memperhatikan dan
melaksanakan (mentaati) peraturan hukum, agar tercipta kehidupan yang tertib dan
tenteram.

Kalau terjadi pelanggaran terhadap peraturan hukum yang berlaku, peraturan
yang dilanggar itu harus ditegakkan.

Dari uraian diatas penulis berharap tidak akan ada lagi yang namanya penegakan hukum masih diwarnai dengan kecurangan oleh aparat hukum Indonesia diantaranya kepolisian, kejaksaan, pengadilan serta lembaga kemasyarakatan. Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar negara.

Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap penting bagi negara Indonesia.

Secara aksiologis,bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila).

Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial.

Sebagai pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai.

Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan
Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa Indonesia.

Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi secara
irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai sumber hukum nasional bangsa
Indonesia.

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar
negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum nasional yang bersumber pada Pancasila.

Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat tentang
apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang pengertian adil.

(1) “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.
(2) “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang.
(3) “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran”.

Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan
kewajiban.

Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban,
dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka sebaliknya harus
mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang
dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu.

Dengan pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya diwajibkan memberikan
kesempatan kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak hidupnya.

Konsepsi demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang
lainnya sehingga tercipta hubungan yang adil dan beradab.

Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan
dari hidup dan kehidupan bermasyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu.

Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya. Hukum nasional mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikanatau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum diantara sebagian dari keadilan-
keadilan individu.

Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam
kelompok masyarakat hukum.

Pada hakikatnya tegaknya hukum dan keadilan ini adalah wujud kesejahteraan
manusia (warga masyarakat) lahir batin, sosial dan moral.

Negara Republik Indonesia
sebagai negara hukum, mengakui bahwa kewajiban untuk menjamin dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah tanggung jawab kelembagaan hukum semata-mata, melainkan tanggung jawab semua warga negara sebagaimana ditetapkan oleh falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Wujud tanggung jawab menegakkan
keadilan ialah kualitas kesadaran hukum masyarakat yang nampak dalam tertib sosial atau disiplin nasional.

Revitalisasi nilai-nilai Pancasila pastilah dilakukan atas dasar ketidaksesuaian antara cita- cita Pancasila dengan kondisi realita penegakan hukum dalam kehidupan saat ini. Nilai-nilai Pancasila yang tertuang dalam setiap sila Pancasila secara jelas dapat menggambarkan sebuah cita-cita bangsa. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain itulah yang perlu untuk diperhatikan.

Sadar sedalam – dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Indonesiaserta merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan NKRI, maka pengamalan Pancasila harus dijadikan sebagai perjuangan untuk menegakkan hukum yang

berkeadilan demi terwujudnya kehidupan yang damai dan tenteram.

Hukum nasional mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan
didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan

keadilan-keadilan yang bersifat umum diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu.

Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat hukum.

Dengan demikian, Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum, mengakui
bahwa kewajiban untuk menjamin dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah tanggung jawab kelembagaan hukum semata-mata, melainkan tanggung jawab semua warga negara sebagaimana ditetapkan oleh falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Referensi:
Arief, Barda Nawawi. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Djamali, Abdoel. R. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
Dellyana, Shant.Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty, 1988.
Hasibuan, S. SDM Indonesia: Mengubah Kekuatan Potensial Menjadi Kekuatan Riil. Jakarta:
Majalah Perencanaan Pembangunan Bappenas Edisi 31, April-Juni, 2003.(LAG76).

Penulis: Ketum DPP-PPNT Jakarta

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *