jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA— Penggelapan sertifikat tanah merupakan tindak pidana pertanahan yang kerap terjadi di Indonesia.
Pemerintah pun sejatinya sudah membuat sejumlah aturan hukum untuk menindak para pelaku kejahatan tersebut.
Peraturan-peraturan itu tercantum dalam sejumlah pasal penggelapan sertifikat tanah yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Meski begitu, tetap saja ada sejumlah oknum yang nekat melakukan kejahatan pertanahan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri.
Bagaimana konsekuensi hukum yang harus diterima para pelaku kejahatan pertanahan menurut pasal penggelapan.
Pasal-Pasal Penggelapan Sertifikat Tanah dan Konsekuensi Hukumnya
Sebelum mengulas tentang pasal-pasal penggelapan sertifikat tanah, kita perlu mengetahui perbedaan antara penipuan dan penggelapan terlebih dahulu.
Kedua tindakan melanggar hukum tersebut memang terdengar mirip, tetapi sejatinya memiliki pengertian dan pemahaman yang berbeda.
Penipuan adalah tindakan menipu baik dengan perkataan maupun perbuatan dengan maksud menyesatkan, mengakali, atau mencari untung.
Adapun penggelapan adalah perbuatan penyelewengan dan termasuk tindakan melanggar hukum.
Dengan demikian, penggelapan sertifikat tanah adalah tindakan penyelewengan yang dilakukan seseorang atas sertifikat tanah milik orang lain dengan cara melawan hukum.
Untuk menjerat pelakunya, aparat berwenang biasanya memakai tiga pasal yang mengatur konsekuensi hukum dalam tindak penggelapan sertifikat tanah, yakni :
1. Pasal 372 KUHP
Ini merupakan pasal yang secara jelas mengatur konsekuensi hukum bagi para pelaku penggelapan sertifikat tanah, bunyinya adalah:
“Barangsiapa yang sengaja memiliki dengan cara melawan hak suatu barang yang secara keseluruhan atau sebagian milik orang lain dan barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena tindak kejahatan maka akan dihukum dengan tindakan penggelapan yang hukumannya penjara maksimal 4 tahun.”
2. Pasal 374 KUHP
Selain itu, pasal penggelapan sertifikat tanah juga diatur dalam Pasal 374 KUHP, yang berbunyi:
“Apabila sebuah tindak penggelapan dilakukan atas dasar jabatan atau pekerjaannya, maka pelaku dapat dijerat menggunakan pasal 374 KUHP dengan masa pidana paling lama 5 tahun.”
3. Pasal 486 UU 1/2023
Tidak hanya KUHP, konsekuensi hukum terkait penggelapan sertifikat tanah juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Disebutkan dalam Pasal 486 beleid tersebut:
“Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.”
Patut diketahui, pelaku kejahatan penggelapan sertifikat tanah juga bisa dijerat dengan pasal berlapis, apabila dalam tindak kejahatannya diketahui mengandung unsur pemalsuan surat.
Petugas berwenang biasanya akan menjerat pelaku kejahatan tersebut dengan Pasal 266 Ayat 1 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat, sehingga hukuman bisa bertambah.
Meski sudah ada aturan hukum untuk menindak pelaku kejahatan penggelapan sertifikat dengan hukuman pidana, tetap saja kasus semacam ini masih marak terjadi di Indonesia.
Contohnya adalah kasus penggelapan sertifikat tanah dengan terpidana Alfrido (49).
Pelaku penyelewengan sertifikat tanah milik seorang kakek dengan kerugian mencapai Rp1,8 miliar.
diputus bersalah pada 4 Oktober 2022, lewat persidangan di Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.
Akan tetapi, pelaku kabur dan buron selama 10 bulan.
Akhirnya pelarian tersebut berakhir setelah polisi berhasil menangkapnya pada Mei 2023.
Atas kejahatannya, pelaku dijerat hukuman pidana sesuai isi Pasal 372 KUHP.
Tindak kejahatan penggelapan sertifikat tanah jelas sangat merugikan korbannya, lihat saja contoh kasus penggelapan sertifikat tanah di atas.
Secara materiel, korban harus mengalami kerugian hingga Rp1,8 miliar.
A. Jangan Pinjamkan Sertifikat Tanah Kepada Orang Lain.
Sertifikat tanah merupakan dokumen berharga yang menyatakan kepemilikan hak seseorang atas tanah dan/atau bangunan.
Maka itu, sertifikat tanah menjadi dokumen yang harus dijaga dengan baik, jangan sampai Anda memberikannya kepada sembarang pihak.
Pasalnya, tidak sedikit kasus penggelapan sertifikat tanah terjadi karena si pemilik tanah teledor memberikan sertifikatnya kepada pihak lain.
Misalnya dijadikan jaminan utang-piutang ke lembaga keuangan informal.
Ini tentu sangat riskan terjadi penyelewengan sertifikat tanah oleh pihak tak bertanggung jawab.
B. Selektif dalam Memilih Notaris.
Hal lain yang perlu dilakukan agar terhindar dari tindak kejahatan penggelapan sertifikat tanah adalah, selektif dalam menunjuk notaris ketika melakukan pengurusan sertifikat tanah.
Pasalnya, tidak menutup kemungkinan para mafia tanah tersebut berkomplot dengan notaris.
Maka, ketika hendak menggunakan jasa notaris dalam pengurusan sertifikat tanah, pilih notaris yang memiliki kredibilitas dan reputasi baik.(LAG76).
Sumber: Adv.Arthur Noija, SH
Kantor Gerai Hukum ART & Rekan