jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Kasus daluwarsa dalam hukum perdata disebutkan memiliki peraturan khusus yang membahas secara lebih rinci dan jelas.
“Sebagaimana hukum menjadi dasar penting bagi negara Indonesia dalam mengatur masyarakatnya.” kata Ketua Umum DPP- Peduli Nusantara Tinggal Arthur Noija,SH saat diwawancara awak media pada Senin, (23/10/2023).
Arhur memaparkan daluwarsa menjadi upaya hukum yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan kebebasan atau sesuatu dengan berakhirnya masa atau waktu tertentu.
Selain itu juga dibutuhkan syarat yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang.
Secara khusus, daluwarsa sendiri diatur dalam pasal 1946-1993 pada KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Beberapa contoh kasus hukum perdata di Indonesia seperti masalah warisan, sengketa kepemilikan barang, dan pencemaran nama baik.
Kasus daluwarsa pada tindak perdata memang lebih sedikit dibandingkan daluwarsa tindak pidana di Indonesia.
Hal ini karena kasus tindak perdata lebih mudah diselesaikan dibandingkan tindak pidana.
“Salah satu alasannya karena bukti-bukti saat melakukan pelaporan sudah dilengkapi sehingga tidak sulit untuk mendapatkan buktinya.
Sementara itu tindak pidana biasanya melewati berbagai tahap sehingga kasus daluwarsanya juga lebih banyak.” Jelasnya.
Apa Itu Daluwarsa pada Hukum Perdata
Dalam hukum tindak perdata, terdapat salah satu pasal yang mencakup penjelasan mengenai daluwarsa yaitu Pasal 1967 KUH Perdata.
Adanya tuntutan hukum dengan segala sifat baik kebendaan, atau bersifat perseorangan, dapat dihapus setelah lewat 30 tahun.
Akan tetapi terdapat penangguhan terhadap daluwarsa tindak hukum pidana setidaknya diatur dalam tujuh Pasal.
Adapun tujuh pasal tersebut yaitu diatur dalam Pasal 1986, 1987, 1988, 1989, 1990, 1991, dan 1992 KUH Perdata. Adapun dari masing-masing pasal membahas pemberlakuan daluwarsa yang berbeda-beda dan masa waktu berbeda-beda juga.
Seperti pada Pasal 1988 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa pada pasangan suami istri tidak dapat terjadi daluwarsa.
Ada juga daluwarsa yang mengatur mengenai warisan tidak terurus dan tidak ada pengampu dari warisan tersebut.
Contoh kasus daluwarsa ini dijelaskan dan diatur pada KUH Perdata Pasal 1991 Ayat (2) .
Selanjutnya pada Pasal 1992 diatur bahwa adanya daluwarsa yang masih akan berlaku selama ahli waris masih melakukan perundingan akan warisannya.
Hampir kebanyakan Pasal memang membahas pada masalah atau kasus warisan yang sering daluwarsa.
Kategori Daluwarsa dalam Hukum Perdata
Daluwarsa yang juga disebut sebagai verjaring dalam istilah hukum ini dapat dibagi dalam dua kategori yaitu acquisitive prescription dan extinctive prescription.
Adapun penjelasan dari kedua kategori tersebut sebagai berikut.
1.Acquisitive Prescription atau Daluwarsa untuk Memperoleh Hak Milik Atas Suatu Barang
Berbeda dengan daluwarsa pidana yang sudah dijelaskan secara umum pada KUHP khusus, hukum perdata memilih menempuh sedikit jalur rumit. Kategori yang pertama ini diatur dalam Pasal 1963.
Daluwarsa ini dapat terjadi dan dilakukan jika sudah memenuhi beberapa unsur seperti mempunyai itikad atau niat baik. Lebih jelasnya ada pada Pasal 1965 dan Pasal 1966 KUH Perdata.
Unsur lainnya yaitu adanya atas hak yang salah dan penguasaan barang selama 20 tahun atau 30 tahun secara terus menerus tanpa adanya pengugatan dari pihak lain yang diatur dalam daluwarsa di dalam hukum tindak perdata di Indonesia.
2.Extinctive Prescription atau Daluwarsa untuk Pembebasan dari Suatu Perikatan/Dibebaskan dari Tuntutan
Sementara daluwarsa dengan kategori untuk memperoleh hak milih atas suatu barang diatur dengan berbagai unsur, maka extinctive prescription tidak memiliki unsur yang harus dipenuhi.
Hanya terdapat satu unsur saja yang mengatur masalah daluwarsa atau pembebasan dari suatu tuntutan yaitu tidak perlu menunjukkan alas hak.
Kategori daluwarsa dalam hukum perdata ini dibahas dan diatur pada Pasal 1967 KUH Perdata.
Pada umumnya kategori ini akan membahas kepunahan penuntutan atau pengadilan dari masalah warisan atau juga penggelapan sertifikat tanah.
Pada akhirnya setiap penuntutan atas sebuah laporan harus dipenuhi sebelum masa daluwarsa.
“Kebijakan pemerintah dalam hukum tindak perdata yang kerap terjadi dianggap dapat membantu kesejahteraan dalam bermasyarakat.
Akan tetapi jika kasus berakhir maka akan cukup sulit untuk menuntut kembali.” jelasnya.
“Meski begitu dengan jangka waktu sekitar 20-30 tahun menjadi cukup berarti bagi masa daluwarsa dalam hukum perdata.”pungkas Arthur. (LAG76)
Sumber: DPP-Peduli Nusantara Tunggal