jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal (PPNT) berpendapat bahwa perlunya adanya peradilan khusus terkait pertanahan di Indonesia secara ad-hoc.
Hal ini penting dilakukan kenapa maraknya kasus mafia tanah, termasuk penyalahgunaan tanah kas desa (TKD).
Potensi mafia hingga sengketa tanah di Indonesia sangat rumit ditangani.
“Sengketanya tidak hanya kepidanaan saja karena pertanahan atau agraria itu luas cakupannya.
Bisa jadi terkait dengan masalah perijinan atau ganti rugi, dan sebagainya.” kata Arthur Noija, Ketua Umm Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal (PPNT) saat di wawancara awak media pada Kamis,(12/10/2023).
Sejauh ini Indonesia belum memiliki peradilan secara ad-hod khusus untuk pertanahan.
Padahal, kasus pertanahan di negara ini tidak bisa dianggap remeh.
Di satu sisi, manusia akan terus bertambah seiring berlangsungnya kehidupan. Namun di sisi lain, tanah tidak akan bertambah jumlahnya.
“Fenomena tersebut disinyalir akan memunculkan konflik dan sengketa tanah antar manusia.
Sehingga peradilan khusus pertanahan sangat penting untuk diadakan.” tegas Arthur.
Peradilan tersebut sangat penting karena banyaknya sengketa pertanahan di Indonesia jarang tersentuh secara baik.
Sebab peradilan umum tersebut masih global.
” Ada sejumlah urgensi yang mengharuskan diadakannya pengadilan khusus pertanahan dengan hakim ad-hod.”tegasnya.
Salah satunya karena selama ini putusan di tingkat peradilan umum dinilai masih belum memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan bagi masyarakat atau korban.
Di samping itu, penyelesaian sejumlah kasus pertanahan juga dianggap terlalu berlarut dan tak kunjung rampung. Sehingga hal ini dapat menimbulkan kontradiktif bagi masyarakat yang mencari keadilan.
Nantinya, sengketa pertanahan tetap dapat diusulkan di dalam badan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) di setiap Pengadilan Negeri (PN). Akan tetapi memiliki kekhususan tersendiri yang lebih spesifik.
Dengan adanya peradilan khusus pertanahan maka hakim ad-hoc dapat memutus sengketa tanpa tumpang tindih putusan.
Baik itu putusan perdata, Pidanan, maupun tata usaha negara.
“Harapan kami, namanya sengketa pertanahan secara ad-hoc itu menyeluruh.” ujar Arthur.
Lanju Arthur memaparkan sengketa agraria, bisa jadi kalau mau lebih luas lagi ya agraria itu bisa perkebunan atau kehutanan dan sebagainya.
“Pertanahan itu luas secara agraria, karena memang itu belum ada undang-undangnya.” pungkasnya. (LAG76)
Sumber: DPP- Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal (PPNT)