jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi kearifan lokal yang dimiliki dan bangsa yang berupaya menjaga eksistensi budaya dan nilai tradisi yang masih berlaku dan bertahan dalam suatu daerah.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk senantiasa menjaga nilai-nilai budaya
yang ada di Indonesia yakni dengan memasukkan unsur nilai budaya tersebut dalamdunia pendidikan.
Pendidikan merupakan bagian yang sangat
penting bagi kehidupan manusia yang tidak bisa dilepaskan pada era sekarang.
Pendidikan merupakan suatu proses yang mempunyai dua pandangan, diantaranya:
1.Pendidikan dapat dianggap sebagai sebuah proses yag terjadi secara tidak
terencana atau berjalan secara alamiah maupun hal yang kewajaran.Sehingga pendidikan secara alamiah dapat dikatakan bahwa untuk mengajari manusia mengenal alam dan lingkungan sekitar, belajar pada alam yang bergerak dan berubah dengan tingkat kesulitan yang dihadapi oleh manusia, direspon oleh manusia dengan menggerakkan sudut pandangnya, kemampuan untuk mengambil kesimpulan, dan mengumpulkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang didapatkan.
2.Pendidikan dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi dilaksanakan dengan sengaja,direncana, didesain, dan direncenakan berdasarkan aturan yang berlaku.
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses usaha yang dilakukan oleh individu atau pelajar untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki diantaranya mampu mengolah hati, pikiran, rasa, karsa dan raga sehingga terbentuk generasi yang
mempunyai karakter yang dapat digunakan untuk menghadapi masa depan yang lebih baik.
Masa depan generasi milenial dapat dilihat dari perkembangan globalisasi yang ditandai dengan teknologi yang berkembang semakin pesat, informasi dapat didapatkan dimana saja, terutama mengenai hal pendidikan, sehingga dikenal dengan istilah pendidikan era milenial.
Para generasi milenial dalam memperoleh informasi pendidikan lewat dunia maya mudah diakses secara cepat.
Era globalisasi telah memasuki generasi
masa kini, globalisasi juga mengakibatkan pergeseran dalam dunia pendidikan yang
semula bersistem tatap muka mulai mengarah pada sistem daring, seperti adanya pembelajaran online dan pembelajaran yang diambil dari teknologi informasi.
Masuknya globalisasi dalam dunia pendidikan dapat mengakibatkan interaksi antar manusiapun ikut bergeser dan tanpa diprediksi lagi bahwasanya hal tersebut akan semakin hilang dan tergerus diakibatkan oleh keadaan.
Dampak globalisasi tersebut, generasi muda yang lebih mengutamakan penguasaan aspek keilmuan, kecerdasan dan kurang memperhatikan atau mengabaikan pendidikan yang sangat signifikan yaitu pendidikan karakter, sehingga banyak generasi muda sekarang memiliki moral dan akhlak yang sangat miris, serta generasi muda sekarang lupa dengan kebudayaan dan adat istiadat bangsa Indonesia, terutama kearifan lokal yang dimiliki.
Hal tersebut disebabkan karna dampak dari globalisasi.
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji urgensi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di era milenial sekarang untuk mengangkat eksistensi dari kearifan lokal yang
dimiliki oleh berbagai adat istiadat ataupun budaya yang ada di Indonesia.
Hal tersebut disebabkan karna dampak dari globalisasi. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji urgensi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di era milenial sekarang untuk mengangkat eksistensi dari kearifan lokal yang dimiliki oleh berbagai adat istiadat ataupun budaya yang ada di Indonesia.
Seiring berkembangnya zaman, moral dan akhlak generasi muda sekarang mulai runtuh, banyak generasi muda berpendidikan tinggi kurang moral terhadap orang tua dengan menjadikan orang tua sebagai pembantunya, generasi muda terjerumus pergaulan bebas, seks bebas, narkoba, generasi yang berpendidikan kebanyakan melakukan
tindakan korupsi, tawuran terjadi dimana-mana, mahasiswa yang menghina dosennya dimedia sosial karna ujaran kebencian saat dimarahi di kampus.
Keterbelakangan ini merupakan sebuah fenomena yang menyebabkan generasi muda terkikis karakternya, minimnya pendidikan karakter sehingga menyebabkan rusaknya moral dan krisis
eksistensi diri yang mengakibatkan generasi yang tidak produktif, kreatif, dan inovatf,
sehingga generasi hanya bisa membeli, meniruh dan pasrah pada keadaan serta konflik dari bernuansa penafsiran agama, suku, ras, dan perbedaan pendapat yang semakin melebar yang menghilangkan karakter generasi muda.
Dominasi budaya yang negatif bagi generasi millenial akibat adanya pengaruh tayangan media yang membuat para penonton hanya bisa diam dalam kebudayaan dan kebiasaan yang membentuk karakter pasif, bisu, dan mematikan naluri kreativitas serta kemandirian berpikir generasi millenial.
Dampak yang nyata dari globalisasi, kebanyakan generasi muda lupa akan budaya dan adat istiadat yang dimiliki bangsa Indonesia, generasi muda cenderung meniru gaya kebarat-baratan dan melupakan kearifan budaya lokal.
Untuk mempermudah pembangunan pendidikan karakter maka perlu nilai-nilai kearifan lokal bagi generasi milenial.
Terdapat banyak pendidikan nilai-nilai karakter yang bisa diimplementasikan kepada generasi millenial yang berasal dari petuah-petuah-petuah, budaya lokal, nyanyian daerah dan nilai-nilai dari adat istiadat kebudayaan bangsa Indonesia.
Khususnya nilaikarakter yang bersal dari berbagai suku maupun etnis yang ada di Indonesia, sehingga generasi millenial tetap mempertahankan eksistensi nilai kearifan lokal yang dimiliki di daerahnya yang bisa dijadikan sebagai rujukan untuk pembentukan pendidikan karakter.
Pendidikan yang bernuansa karakter atau pendidikan watak sejak mulai munculnya
pendidikan oleh para ahli yang dianggap sebagai hal yang sangat niscaya, urgen, dan
terkemuka.
Pada tahun 1916 John Dewey, mengungkapkan “Sudah merupakan hal yang sangat penting dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak seseorang maupun karakter merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di dalaminstansi sekolah maupun tempat pengajaran.
Pada tahun 1918 di Amerika Serikat (AS), Perhimpunan Pendidikan Nasional melontarkan sebuah pandangan yang dikenal sebagai “Tujuh Prinsip Utama Pendidikan” yakni: proses kesehatan, penguasaan yang fundamental, menjadi anggota keluarga yang berguna, kewarganegaraan, pekerjaan, penguasaan waktu luang secara bermanfaat, dan watak (karakter) susila.
Pada perkembangan dunia Barat, pendidikan karakter memang muncul sebagai suatu yang rumit terhadap pendidikan yang bertumpu pada titik berat pemikiran modernisme yang bersifat positif yang membuat jiwa manusia kering akibat adanya industrialisasi yang menggeser nilai-nilai spiritual, sosial dan kemanusiaan dan karakter yang dimiliki oleh generasi muda.
Kesalahan dari modernisme dalam dunia pendidikan antara lain pengaruh positivisme yang sangat menganggap bahwa pendidikan sebagai sebuah sarana untuk
menaklukkan alam tempat manusia harus takluk pada hukum alam yang dianggap
terintegrasi.
Character building bukan hanya merupakan pendidikan agama dan pendidikan moral tetapi Pendidikan karakter memiliki banyak varian-varian yang dilahirkan dari sebuah pemaknaan terhadap karakter manusia dan lingkungan sekitar.
Karakter merupakan keseluruhan catatan yang telah di kuasai secara stabil yang
mengartikan seseorang individu dalam keseluruhan tata perilaku hidupnya yang
menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan dalam bertindak. Ditambahkan kutipan
oleh Presiden ketiga Republik Indonesia (B.J. Habibie), mengungkapkan bahwa
pembangunan bangsa itu harus sama halnya denga dua sayap pesawat terbang yang dimana “Sayap sebelah kanan adalah iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sayap kiri adalah pengembangan ilmu dan teknologi.”
Keduanya harus ada dimilliki dalam setiap individu dan tidak bisa hanya salah satu saja.
Dari kedua unsur yang telah dikemukakan yang menyangkut pendidikan dan karakter serta kutipan dari presiden ke-3
Republik Indonesia, maka generasi milenial perlu melekatkan pendidikan karakter pada
diri mereka agar dapat berguna bagi bangsa Indonesia.
Kondisi karakter generasi milenial sekarang, berbeda dengan karakter orang
terdahulu, yang dimana orang dahulu berangkat ke sekolah berpamitan dan mencium tangan orang tua, saling menyapa sesama teman saat berpapasan, memiliki sikap konsisten, optimis, gotong royong, tanggung jawab, jujur, disiplin, dan nasionalisme yang tinggi.
Saat ini, generasi cenderung hanya cuek, diberi kepercayaan di salah gunakan, berteman dengan orang jauh di sosial media dibanding orang yang dekat, meniru gaya sosial media, berbohong ke orang tua untuk bayar gedung sekolah padahal
di pakai beli sesuatu yang tidak bermanfaat, suka meniru gaya bangsa lain, karakter apatis dan putus asa serta hanya suka membeli sesuatu yang jadi dibanding berinovasi.
Dengan adanya pendidikan karakter, generasi milenial akan sadar bahwa pentingnya karakter bagi kehidupan, moral dan akhlak sangat perlu dimiliki generasi sekarang.
Pembangunan karakter merupakan proses yang tidak baik menjadi baik, generasi yang kehilangan karakter produktif dan inovatif.
Untuk mempermudah pendidikan karakter di era milenial, maka harus disesuaikan
dengan kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kearifan lokal atau Budaya menurut E.B. Tylor merupakan suatu keseluruhan yang kompleks terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan lain yang didapatkan oleh manusia, sedangkan Koentjaraningrat
mengartikan budaya (kearifan lokal) merupakan keseluruhan sistem gagasan yang dimiliki oleh manusia dengan belajar.
Dengan demikian, kebudayaan maupun kearifan lokal menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material.
Perwujudan kebudayaan sebagai kompleks dari sebuah ide-ide, gagasan, nilainilai,
norma-norma dan peraturan yang berlaku, sebagai aktivitas serta tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat, serta merupakan wujud dari benda-benda hasil karya yang dibuat oleh manusia.
Berhubungan dengan hal tersebut, pendidikan karakter multikultural sangat penting dilakukan disebabkan generasi milenial berada dalam dunia yang kian mengglobal dan pada akhirnya manusia dari berbagai sebuah bentuk kebudayaan bisa bertemu satu sama lain.
Negara Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri dari berbagai suku, budaya, agama, dan ras yang disatukan oleh semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka
Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Agar nilai kaerifan lokal bangsa
Indonesia tetap eksis di era milenial, maka diperlukan sebuah upaya untuk
mempertahankan nilai budaya bangsa Indonesia agar nilai kerifan lokal senantiasa
melekat pada diri generasi muda dalam menghadapi tantangan era globalisasi. Nilai- nilai karakter yang harus dikembangkan, yaitu : karakter jujur, tanggung jawab, cerdas, sehat,peduli, kreatif, dan gotong royong, serta mempelajari nilai-nilai karakter kearifan lokal yang ada pada bangsa Indonesia.
Dari nilai karakter yang ada diatas maka kearifan lokal bangsa Indonesia yang bisa dijadikan sebgai rujukan untuk pengimplementasian pendidikan karakter bagi generasi muda di era millenial, yaitu:
1. Pendidikan karakter
yang terkait kearifan lokal adat Batak, yakni sebuah prinsip beretika sosial kebudayaan
batak yang dikenal dengan Dalihan na Tolu.
2.Pendidikan karakter yang berkaitan adat
Sunda, yakni Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh.
3.Pendidikan karakter yang terkait
dengan adat-istiadat budaya Jawa yang dikenal dengan Tri Rahayu (Mamayu hayuning salira, Mamayu hayuning bangsa, dan Mamayu hayuning bawana).
4.Pendidikan karakter yang menyangkut adat Madura nilai karakter masyarakat Madura dapat dilihat dari lagu-lagu daerah suku Madura.
5.Pendidikan karakter yang terkait dengan kearifan lokal masyarakat Bugis yang dinyatakan dalam tulisan maupun ucapan.
Dengan adanya pendidikan karakter berbasis kearifan lokal bangsa Indonesia yang dapat diimplementasikan pada pedidikan formal maupun non-forrmal, maka generasi millenial dapat memanfaatkan budaya untuk perkembangan teknologi serta pendidikan karakter generasi milenial yang dimiliki Indonesia dapat bersaing dan memiliki kompetensi yang baik dalam menghadapi era globalisasi.
Bila generasi milenial ingin mempunyai jati diri bangsa, sebaiknya generasi muda harus dapat mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. (LAG76)
Sumber :Ketua Umum DPP-PPNT Arthur Noija,SH