jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal yang konsen dalam hal kebijakan Publik berpendapat setiap ahli waris berhak atas besaran yang sama dalam pewarisan harta tanpa membedakan jenis kelamin atau kewarganegaraan.
Pewarisan merupakan salah satu dari perbuatan hukum yang seringkali disorot, terutama dalam lingkup hukum keluarga. Sehingga dalam prosesnya terdapat dua pihak yang terlibat, yakni Pewaris dan Ahli Waris.
Pasal 852 KUH Perdata mengatur bahwa orang-orang pertama yang berhak menerima warisan adalah anak-anak dan suami atau istri terlama, alias golongan I.
Bagian yang diterima para pihak adalah sama. Sehingga tidak ada bedanya jika ahli waris tersebut adalah wanita atau pria.
Bahkan pasal tersebut tidak menerangkan lebih lanjut mengenai kewarganegaraan ahli waris.
Warisan sendiri bisa dalam berbentuk uang, atau benda lainnya, seperti rumah atau tanah.
Bagaimana jika ahli waris adalah WNA.
Warga negara asing adalah setiap orang yang tidak memenuhi kriteria warga negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Seperti yang kita ketahui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa hanya WNI yang boleh memiliki hak milik.
Sementara WNA dilarang untuk memiliki hak milik atas suatu properti di Indonesia, dan dibatasi dengan hanya boleh memiliki hak pakai atau hak sewa.
Namun, dalam hal warisan tersebut adalah properti, kita dapat meniliki Pasal 21 ayat (3) UUPA yang menyatakan:
Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan.
Demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.
Jika sudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Pada ayat selanjutnya, diatur bahwa selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat memiliki tanah dengan hak milik.
Sehingga, pilihannya adalah mengkonversi hak tersebut menjadi benda yang dapat diwariskan dan dibebani hak milik, seperti uang.
Dasar Hukum :
1.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
2.Pasal 21 ayat (3) UUPA.
Sumber: DPP- Peduli Nusantara Tunggal Jakarta