jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal menyikapi Aksi penyerobotan lahan diduga melibatkan mafia tanah dari komponen Kepolisian, pihak BPN serta pemerintah daerah Provinsi kota dan Kabupaten di Wilayah Provinsi Sulut hingga saat ini masih saja marak terjadi dan tampak jelas di mata publik.
Saat ini ada sejumlah kasus pertanahan menyita perhatian publik yang diduga akibat adanya “permainan” oknum pejabat BPN dan aparat penegak hukum hingga aparatur pemerintah setempat yang terkait.
Parahnya kasus pertanahan ini telah terjadi belasan hingga puluhan tahun silam hingga saat ini, belum ada kepastian dan keadilan hukum yang sesungguhnya.
Team S3 (Siap, Siaga, Sukuses ), Tiga Kasus Dugaan “Permainan Jaringan Mafia Tanah” di Sulut yang sarat dengan “kong Kalikong” oknum aparat pemerintah dan aparat Penegak hukum.
Yang pertama adalah Dugaan Penyerobotan Tanah Milik Keluarga Palit-Supit oleh Lin Man Kam Cs.
Aksi Dugaan ini ” Sindikat mafia tanah” terjadi di wilayah hukum Kabupaten kota Tomohon, dialami oleh Paskalis Joseph Palit, SE warga Kakaskasen I di Kota Tomohon yang merupakan kuasa ahli waris Alm.Dien Palit.
Temuan Team S3 di lapangan dengan melakukan wawancara langsung dengan paskalis Palit mengaku telah 20 tahun lebih “Melawan” aksi penyerobotan atas tanah warisan seluas 3265 m2 (Sertifikat SHM no.16 tahun 1980 tanggal 15 Januari 1980 dan surat ukur no: 51 atas nama Dien Palit) di Kakaskasen I kota Tomohon.
“Yang pasti sampe kapanpun saya akan memperjuangkan hak yang merupakan warisan orang tua kami ini, apapun cara dan resiko hukum yang akan kami hadapi.”
Saat di lakukan wawancara dan klarifikasi data yang dimiliki ,Paskalis sambil menambahkan penyerobotan tanah itu dilakukan oleh oknum pengusaha tajir di kota Tomohon yang diduga bekerjasama dengan oknum aparat pemerintah Kelurahan hingga pejabat BPN kota Tomohon serta oknum aparat hukum lainnya.
Ironisnya, aksi dugaan penyerobotan tanah oleh sejumlah oknum justru mendapat” back up” dari anggota Polres Tomohon saat melakukan pengosongan/pembongkaran paksa lahan yang diduga mengantongi sertifikat dan dokumen pendukung yang palsu itu.
Diketahui, sebelumnya legal standing yang di pegang oknum yang mengaku pemilik tanah tersebut diatas yakni Akte Jual Beli nomor 48/C/IV/ 1985 atas nama LIE MAN KAM ( berada didalam/diatas tanah milik keluarga PALIT-SUPIT) sudah pernah di uji dan hasil pemeriksaan Labfor Polri adalah ” NON IDENTIK”.
Parahnya, sementara Paskalis berupaya dengan segala daya dan upaya hukum untuk mendapat keadilan dan kepastian hukum atas tanah keluarga besarnya, justru semakin memiriskan dimana sejumlah anggota Polres Tomohon turut membantu pengosongan lahan dan pembongkaran paksa bangunan yang berada di dalam lokasi yang diduga memiliki sertifikat palsu itu.
Sementara itu Team S3 PPNT juga bertemu dengan kuasa hukum dari Paskalis, Frangky Warbung,SH mengatakan apa yang dialami oleh kliennya selama 20 tahun lebih ini, merupakan president buruk penegakkan supremasi hukum yang digaungkan oleh pemerintah dan satu fakta hukum yang tidak jelas dan diduga banyak rekayasa dari aparat terkait.
Betapa tidak, saat kasus tanah ini berlangsung dalam proses gugatan di pengadilan, untuk kepastian hukum pihak laboratorium forensik Mabes Polri dokumen pihak tergugat berupa AJB, Kwitansi jual beli (belakangan diketahui tanda tangan penjual dan pembeli direkayasa) dan surat ukur dinyatakan NON IDENTIK.
” Berbekal tiga dokumen diatas yang dinyatakan NON IDENTIK alias PALSU oleh institusi sekelas Labfor Mabes Polri, dijadikan “surat Sakti” oleh lawan klien kami untuk mendirikan bangunan
mendirikan tembok pagar, dan untuk penerbitan SHM Oleh ATR/BPN “.
Kasus yang ditanganinya ini sangat sarat dengan dugaan rekayasa dan manipulasi yang bersembunyi di balik putusan Mahkamah Agung dimana hasil labfor mabes Polri dinyatakan kadaluarsa.
Kami heran, koq pihak MA mengembalikan ketiga dokumen NON INDENTIK kepada pihak tergugat yang diputus bebas dari sangkaan pemalsuan.
Lebih parah lagi, dokumen Palsu itu mereka gunakan untuk menguasai tanah milik Keluarga Paskalis Josep dengan menggunakan aparat setempat.”ujar Frangky sambil menegaskan dalam gelar perkara yang dilakukan oleh Polda Sulut, pihak tergugat saat itu pilih diam dan tidak menunjukkan dokumen terkait dengan legal standing tanah yang diakui milik mereka.
Dua Kasus sengketa tanah yang lainnya yang diduga melibatkan mafia tanah lintas sektor yakni adalah sengketa antara Agustinus Walansendow yang merupakan salah satu pemilik lahan mengaku keberatan dengan tindakan Nancy Watupongoh (Pelapor) yang telah melakukan penyerobotan pada sebidang tanah di pesisir pantai Lilang, tepatnya di jaga V.
Dan yang terakhir adalah dugaan penyerobotan tanah adat yang telah ditempati oleh masyarakat di desa Tongkaina Kota Manado.
Seperti kasus yang menderah Paskalis Josep, kedua contoh kasus pertanahan yang cukup menarik perhatian publik ini, telah berperkara baik ditingkat aparat desa, kepolisian, BPN hingga Mahkamah Agung.
Atas kondisi dan upaya mencari keadilan, para pelapor berharap agar Kapolda Sulut yang baru Irjen Pol Setyo Budiyanto untuk mencegah dan berani, transparan serta tegas membersihkan jajarannya dari praktek mafia tanah pada semua Level seperti perintah Kapolri Jenderal Sigit Listiyo.(LAG76/RED)
Sumber: DPP Peduli Nusantara Tunggal Jakarta