jurnalisnusantarasatu.id|JAKARTA–Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali resmi melaporkan Anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) atas dugaan penistaan agama ke Bareskrim Polri.
Laporan tersebut dilayangkan Ketua Bidang Hukum MUI Bali Agus Samijaya dan teregister dengan nomor LP/B/15/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 12 Januari 2024.
“Rapat menyepakati agar kita membuat laporan pidana ke Bareskrim dan pengaduan ke BK (Badan Kehormatan) DPD RI,” ujar Ketua Bidang Hukum MUI Bali Agus Samijaya saat dikonfirmasi awak media pada Jumat, (12/1/2023) di Bareskrim Polri, Jakarta.
“Langkah pelaporan terhadap Arya tersebut merupakan hasil kesepakatan antara pihaknya dengan 25 organisasi masyarakat (Ormas) Islam di Bali. Mereka melaporkan ke polisi lantaran menganggap permohonan maaf Arya sebelumnya tidak tulus.” tegas Agus.
Agus memaparkan sampai saat ini juga tidak ada upaya dialog yang dilakukan oleh Arya terhadap tokoh-tokoh ulama termasuk MUI di Bali atas pernyataannya tersebut.
“Klarifikasi tidak masuk dalam subtansi, kedua kami tidak melihat ada ketulusan secara sukarela menyadari kesalahan. Dan dalam statement itu jelas dia mengatakan hanya atas desakan tokoh-tokoh Bali,” jelasnya.
“Sejatinya tidak ada permasalahan apabila ingin menjadikan putra-putri Bali sebagai frontliner khususnya di Bandara I Gusti Ngurah Rai.” ujarnya.
Arya Wedakarna tidak semestinya mengeluarkan pernyataan yang membuat ketersinggungan dalam perkara agama.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Bidang Hukum MUI Bali Muhammad Zainal mengatakan pernyataan dari Arya tersebut memunculkan gejolak di Bali khususnya dari umat muslim.
“Gejolaknya sudah luar biasa bahkan kita mencoba membendung masa umat islam untuk tidak demo pun akan terus demo,” jelasnya.
“Itu demo dan bahkan udah banyak gejolak yang ada dan teman-teman Hindu juga bilang kita harus demo kita harus begini sebaiknya gejolak luar biasa,” jelasnya.
Dalam laporannya, Arya diduga melanggar pasal 45A ayat 2 UU RI Nomor 19 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan/atau pasal 156 KUHP dan pasal 156a ayat 1 KUHP tentang peristiwa tindak pidana SARA dan penistaan agama.(LAG76).